Bismillah
Waktu memang berjalan cepat. Rasanya baru kemarin aku menyiapkan bekal nasi goreng untuk anakku yang baru masuk SMP. Sekarang, dia sudah bersiap melangkah ke SMA — dan kali ini bukan di kota yang sama. Ia akan ngekos.
Setiap kali aku memikirkan itu, ada rasa bangga yang hangat… tapi juga sedikit nyeri di dada.
Sebagai ibu, ternyata bukan hanya anak yang harus siap mandiri. Kita, para ibu, juga harus siap melepas.
---
![]() |
Pixabay |
💭 1. Mengakui Rasa Cemas Itu Wajar
Aku sempat khawatir:
“Dia bisa bangun pagi nggak, ya, tanpa aku?”
“Kalau bajunya kotor, dia cuci nggak?”
“Kalau sakit, siapa yang urus?”
Pertanyaan-pertanyaan itu berputar di kepala seperti kaset rusak. Tapi aku sadar, rasa cemas itu justru tanda bahwa aku sayang dan peduli. Yang penting, jangan sampai cemas berubah jadi kontrol berlebihan.
Aku belajar untuk percaya. Karena kepercayaan adalah bentuk cinta paling dewasa antara orang tua dan anak.
---
🧠 2. Menyiapkan Mental Anak, Tapi Juga Mental Sendiri
Kita sering fokus menyiapkan anak: mengajarkan cara mencuci baju, mengatur uang, atau beradaptasi dengan lingkungan baru. Tapi kadang lupa, kita pun perlu mempersiapkan diri untuk tidak lagi selalu hadir di dekatnya.
Aku mulai latihan kecil:
Tidak terlalu sering menanyakan hal-hal sepele (“Udah makan belum?” setiap dua jam 😅).
Belajar menahan diri untuk tidak langsung membantu setiap kali dia kesulitan.
Menerima bahwa dia akan punya cara sendiri untuk menyelesaikan masalah.
Rasanya aneh, tapi aku tahu — di situlah proses dia menjadi dewasa, dan aku belajar melepaskan.
---
🏠 3. Membiasakan Diri dengan Rumah yang Lebih Sepi
Ini bagian yang paling berat. Rumah akan terasa lebih sunyi tanpa suara tawa atau omelannya.
Aku berusaha tidak tenggelam dalam rasa kehilangan. Aku isi hari dengan hal-hal baru: membaca, menulis, berkebun, atau sekadar menikmati kopi tanpa terburu-buru.
Ternyata, di balik sepinya rumah, ada kesempatan untuk menemukan diri sendiri lagi.
---
💬 4. Menjaga Komunikasi Tanpa Mengatur
Aku dan anakku sepakat untuk saling kabar minimal dua kali seminggu. Bukan laporan, tapi obrolan ringan.
Biar dia tahu aku peduli, tapi juga memberinya ruang untuk tumbuh.
Kalimatku bukan lagi,
“Belajar yang rajin ya, Nak.”
tapi lebih ke,
“Hari ini ada hal seru nggak di kosan?”
Aku ingin tetap menjadi tempat bercerita, bukan sekadar pemberi nasihat.
---
💖 5. Melepaskan Bukan Berarti Kehilangan
Di hari keberangkatan nanti, mungkin air mata tetap jatuh. Tapi kali ini bukan karena sedih — melainkan karena bangga.
Aku tahu, anak laki-lakiku sedang menapaki jalannya sendiri.
Dan tugasku sebagai ibu adalah mendoakan, mendukung, dan mempercayainya.
---
🌿 Penutup
Melepaskan anak bukan berarti kehilangan peran sebagai ibu. Justru di masa ini, kita belajar versi cinta yang baru — cinta yang tidak lagi bergantung pada kedekatan fisik, tapi pada kepercayaan dan doa yang jaraknya tak terbatas.
Jadi, untuk semua ibu yang sedang bersiap melepas anak remaja ke sekolah di luar kota:
tenanglah, Bu. Anak kita akan baik-baik saja. Dan kita pun akan belajar baik-baik saja. 💌
---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar