Bismillah...
Kadang aku suka bengong melihat anak laki-lakiku yang kini sudah remaja.
Tubuhnya makin tinggi, suaranya mulai berat, dan caranya menatap dunia… tak lagi seperti bocah kecil yang dulu selalu minta dipeluk sebelum tidur.
Ada perasaan campur aduk di dada: bangga, tapi juga haru dan sedikit takut.
Karena aku sadar — kelak dia akan jadi suami orang.
🌱 Dari Anak Kecil yang Dibesarkan Ibu, Menjadi Pria yang Akan Membesarkan Keluarga
Sejak kecil, aku mengajarkan banyak hal padanya: bagaimana mengancingkan baju sendiri, merapikan tempat tidur, atau mencuci piring setelah makan.
Tapi seiring waktu, aku sadar — tugas seorang ibu terhadap anak laki-lakinya tidak berhenti di situ.
Yang jauh lebih penting adalah menyiapkan hatinya agar siap menjadi laki-laki dewasa yang bisa menghargai perempuan, bertanggung jawab, dan berempati.
Karena suatu hari nanti, akan ada perempuan lain yang memanggilnya “suami”.
Dan aku ingin, saat hari itu tiba, ia bisa menjadi suami yang lembut, bisa diajak bicara, dan tahu bagaimana memperlakukan pasangannya dengan hormat.
💬 Mengajarkan Empati, Bukan Sekadar Tanggung Jawab
Anak laki-laki sering didorong untuk kuat, tangguh, dan tak mudah menangis.
Tapi aku belajar bahwa kekuatan sejati justru lahir dari empati.
Maka aku membiasakannya melihat, mendengar, dan memahami perasaan orang lain.
Misalnya, saat aku lelah setelah seharian bekerja, aku tidak segan berkata:
> “Ibu capek, boleh ya kamu bantu ibu lipat baju?”
Dan kalau dia membantu, aku bilang,
> “Terima kasih ya, Nak. Ibu senang kamu peka.”
Sederhana, tapi dari situlah ia belajar — bahwa perempuan juga manusia yang bisa lelah, dan membantu itu bukan merendahkan kelelakian, melainkan bentuk cinta.
🧩 Melatih Kemandirian Sejak Dini
Banyak perempuan yang mengeluh tentang suami yang “kurang inisiatif”, “tidak bisa kerja rumah”, atau “tak peka kalau istri capek”.
Aku tak ingin anakku tumbuh begitu.
Maka sejak SMP, aku biarkan dia menyiapkan sendiri seragam, mengatur jadwal belajar, bahkan kadang mencuci sepatunya sendiri.
Bukan karena aku malas, tapi karena aku ingin dia terbiasa mengambil tanggung jawab tanpa disuruh.
Kelak saat ia berumah tangga, aku ingin istrinya tidak perlu jadi “pengasuh tambahan” untuk suaminya.
Aku ingin anakku bisa menjadi pasangan yang siap berbagi — bukan hanya beban, tapi juga cinta dan pengertian.
💡 Mengajarkan Komunikasi yang Sehat
Ini bagian yang cukup menantang.
Remaja laki-laki sering kali tertutup. Kalau ditanya, jawabannya pendek: “Biasa aja”, “Gak apa-apa”, “Terserah.”
Padahal, komunikasi adalah kunci utama dalam hubungan apa pun.
Aku belajar untuk tidak memaksa dia cerita, tapi menciptakan momen di mana ia nyaman berbicara.
Kadang saat makan malam, kadang di perjalanan pulang sekolah.
Aku berusaha jadi pendengar yang tak menghakimi, supaya ia tahu: kalau suatu hari istrinya berbicara jujur, ia pun bisa mendengarkan tanpa membentak atau meremehkan.
🕊️ Tentang Ego dan Kerendahan Hati
Anak laki-laki perlu tahu bahwa menjadi pemimpin keluarga bukan berarti harus selalu menang.
Aku sering bilang padanya:
> “Bang, Laki-laki itu boleh punya pendirian, tapi jangan keras kepala. Kadang mendengarkan dan meminta maaf justru tanda kekuatan.”
Aku ingin dia tahu bahwa menjadi kepala rumah tangga bukan berarti berkuasa, tapi melayani dengan cinta.
![]() |
| Picture by pixabay |
💞 Mendoakan Seorang Calon Suami yang Baik
Kadang, diam-diam aku suka mendoakan anakku dalam sujud.
> “Ya Allah, jadikan dia laki-laki yang lembut hatinya.
Lindungi perempuan yang kelak Kau takdirkan jadi pasangannya.
Jadikan mereka saling menguatkan, bukan saling melemahkan.”
Karena pada akhirnya, aku tak bisa selalu mendampingi.
Tapi aku bisa membekalinya dengan nilai, doa, dan cinta yang akan menuntunnya saat aku tak ada.
🌻 Penutup: Ibu, Mari Kita Lepas dengan Doa, Bukan Takut
Membesarkan anak laki-laki bukan hanya soal membentuk masa depan mereka, tapi juga soal melepaskan dengan hati lapang.
Suatu hari nanti, dia akan menggandeng tangan seorang perempuan lain di pelaminan.
Dan di saat itu, aku ingin tersenyum — bukan karena kehilangan, tapi karena tahu:
Aku telah mempersiapkannya menjadi laki-laki yang baik.
Karena kelak dia akan jadi suami orang.
Dan tugasku hari ini adalah memastikan, dia tumbuh jadi pria yang bisa membuat seseorang merasa aman, dihargai, dan dicintai dengan cara yang benar.
---




Tidak ada komentar:
Posting Komentar