![]() |
Sumber gambar; website guru berto |
Assalammualaikum Wr Wb
Sore itu aku baru selesai masak. Aroma tumis kangkung masih menguar di dapur. Tapi rumah terasa… sepi.
Bukan sepi betulan. Tapi sepi dari suara manusia.
Anak-anakku—terutama si sulung yang sudah remaja—semua sedang tenggelam dalam layar.
Yang satu nonton YouTube, yang satu scroll TikTok, yang paling besar main game online.
Aku ngelus dada.
“Kapan mereka terakhir ngobrol sama aku ya?”
Aku pengen bilang, “Udah ah main HP-nya!”
Tapi aku tahu, kalau disampaikan dengan nada tinggi, hasilnya pasti berantakan.
---
Anak Zaman Sekarang: Dunia Mereka Ada di Genggaman
Beda banget sama zaman kita dulu. Mainnya ke lapangan, ngobrolnya tatap muka, interaksi real.
Sekarang? Mereka ngobrol di Discord. Nonton bareng lewat streaming. Bahkan curhat pakai chat.
Gadget itu bukan cuma hiburan, tapi juga tempat mereka merasa "nyambung" dengan teman-temannya.
Jadi kalau kita tiba-tiba bilang, “HP-nya simpen!” tanpa penjelasan, bisa-bisa mereka merasa diputus dari dunia mereka.
---
Aku Belajar: Mulai dari Obrolan, Bukan Ceramah
Waktu aku sadar makin sering ngomel soal HP tapi nggak ada perubahan, aku coba pendekatan lain.
Aku duduk bareng si sulung, minum teh sama-sama, lalu bilang:
“Bang, Mama pengen ngobrol, bukan marah. Boleh ya?”
“Ibu lihat kamu sering banget pegang HP, bukan karena Ibu mau ngatur-ngatur hidup kamu. Tapi Ibu khawatir. Matamu capek, waktumu habis, dan kamu jadi suka begadang.”
Aku ngomong sebagai teman, bukan jaksa.
Dan ajaibnya, dia diem... dan dengerin.
---
Lalu Kami Sepakat: Bikin Aturan Bareng
Daripada aturan sepihak dari Ibu, kami duduk bareng dan bikin kesepakatan:
✅ Waktu main HP maksimal 2 jam di hari sekolah
✅ HP dikumpulin pukul 9 malam (biar nggak begadang)
✅ Sholat, belajar, dan makan harus tanpa gangguan gadget
✅ Weekend boleh lebih longgar, tapi tetap ada batasnya
Anakku malah bilang, “Iya juga sih Bu. Kalau nggak diatur, aku bisa main HP dari pagi sampai malam.”
---
Kuncinya: Libatkan Anak, Bukan Perintah Anak
Aku sadar, remaja itu nggak suka diperintah. Tapi mereka mau diajak diskusi.
Kalau mereka dilibatkan bikin aturan, mereka merasa itu “kesepakatan” — bukan “hukuman”.
Kadang tetap ada pelanggaran sih. Tapi karena aturan itu kami buat bareng, dia bisa diajak ingatkan tanpa harus bentak.
---
Gimana Kalau Anak Nggak Mau Denger?
Kalau anakmu masih ngotot main HP terus, coba mulai dari:
💬 Tanya: “Menurut kamu, berapa waktu yang sehat untuk main HP setiap hari?”
🧠 Diskusikan dampaknya: Kurang tidur, malas gerak, susah fokus
🤝 Ajak bikin aturan bareng
❤️ Jelaskan kalau kamu sayang dan peduli, bukan sekadar “ngatur”
Kadang perlu ulang berkali-kali. Tapi konsistensi dan nada lembut akan lebih efektif dari pada teriakan.
---
Penutup: Kita Bukan Anti-Gadget, Tapi Pro-Keseimbangan
Aku percaya, gadget itu bukan musuh. Tapi kalau tidak diawasi, bisa jadi jebakan.
Sebagai ibu, aku ingin anakku tumbuh sehat: matanya sehat, pikirannya jernih, waktunya seimbang antara dunia nyata dan dunia digital.
Dan semua itu dimulai dari komunikasi yang hangat.
---
💡 “Mengatur bukan berarti menguasai. Mendampingi bukan berarti mengekang.”
Yuk, jadi ibu yang hadir, yang paham dunia mereka, tanpa kehilangan kendali 💛
---
Huhu relate banget kak.
BalasHapusAkhir liburan mau masuk sekolah itu kami bikin perjanjian. Tapi tetep ya Kadang kalo gak berjalan sesuai perjanjian jalan satu-satunya ya kunci akses hp lewat family link.
Badai protes ada. Tapi kemudian mereka tau itu konsekuensi dari gak taat aturan yang dibuat bersama.
Ini relate banget kak. Punya anak kelas 1 MTs nih, dia begitu asik main gadget, main game bareng temennya, dan nonton anime atau Youtube. Dia sebenarnya paham kok apa dampaknya kalau berlebihan main gadget. Asal itu dia, harus ngobrol bareng, supaya dia merasa kalau diingatkan adalah kesepakatan bersama. Bukan aturan sepihak. Saya setuju ini.
BalasHapusSetujuuu...Mengatur bukan berarti menguasai. Mendampingi bukan berarti mengekang.
BalasHapusKalau aku kini agak aman, karena anak dah kelas XI SMA dah banyak kegiatannya. Jadi wakil ketua OSIS, ikutan 2 ekskul (futsal dan basket), jadi dalam seminggu 4 kali pulangnya dah sore karena ada kegiatan sekolah. Jadi durasi nge-gadget berkurang. Dah banyak tugas pula...mau gamau jadinya banyak sibuk urusan sekolahnya, Tapi tetap di luar itu makin ke sini Alhamdulillah makin tahu waktu